Adsense IndonesiaAdsense IndonesiaAdsense IndonesiaAdsense IndonesiaAdsense IndonesiaAdsense Indonesia

The Power of Muslimah

>> 

Dari dulu hingga sekarang persoalan wanita, seolah tidak ada habisnya. Kalau kita mengingat sepenggal lirik lagu tempo doeloe, ”Wanita,dijajah pria sejak dulu....” seolah posisi wanita, selalu dinomor duakan setelah pria. Kebudayaan dan adat pun memegang peranan dalam hal ini contohnya saja masalah pendidikan. Kini, kita bisa tersenyum melihat banyak saudara perempuan kita sudah menikmati tingginya bangku pendidikan dan berkiprah di masyarakat sesuai kemampuannya. Dikarenakan perjangan seoarang tokoh Kartini (kalo di Indonesia). Namun dulu, pendidikan untuk wanita disepelekan dengan alasan, ”Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau ujungnya ke dapur?”

Padahal dalam Islam wanita mempunyai kedududukan yang istimewa. Islam turun justru untuk mengangkat derajat wanita. Zaman dulu perempuan khususnya di kawasan Arab diperlakukan kurang senonoh. Mereka ibarat obyek seks dan budak belian. Seorang pria bisa beristri puluhan, ratusan, dan bahkan kalau mau bisa ribuan. Kalaupun akhirnya turun ayat poligami, An-Nisa ayat 3: ”...maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka, seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” sesungguhnya adalah untuk membatasi jumlah istri.

Dulu di India ada ajaran ‘Manu’ di mana hak-hak wanita ketika meninggal dihapuskan. Ia tidak mendapatkan hak waris dan bahkan dibakar bersama suaminya yang meninggal dalam satu perapian. Dalam ajaran ‘Manu’ bahkan dikatakan, ”Sesungguhnya wabah, penderitaan, kematian, racun, dan neraka adalah lebih baik daripada perempuan.”

Dan dalam ajaran Hammurabi, wanita disejajarkan dengan binatang. Sedangkan di Yunani, lembaga filsafat dan ilmu pengetahuan memandang wanita secara tiranis dan tidak memberinya kedudukan berarti dalam masyarakat, dan dianggap, makhluk yang lebih rendah dibanding lelaki. Aristoteles misalnya berkata, ”Alam tidaklah membekali perempuan dengan persiapan intelektual yang patut dibanggakan. Karena itu pendidikan perempuan harus dibatasi dan diarahkan pada masalah yang berkaitan dengan rumah tangga, keibuan, kepengasuhan, dan lain-lain.”

Dalam agama Yahudi wanita, dianggap sebagai budak, orang tuanya mempunyai hak penuh untuk menjual kehadirannya merupakan laknat bagi semesta, sebab dialah yang menjadi penyebab terusirnya Adam dan Hawa dari surga.

Karenanya Islam datang untuk mengangkat derajat wanita. Islam, menyamakan hak-hak dan kewajiban humanistiknya dengan laki-laki.
Seperti tertuang dalam Al-Quran surat Ali Imran:195: ”Maka Tuhan mereka mengabulkan permohonnya (dengan berfirman): ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan karena sebagian kaum adalah turunan dari sebagian yang lain.”

Wanita adalah makhluk yang luar biasa. Dari perutnya kita keluar di telapak kakinya terletak surga, dan di hatinya terletak kelembutan. Di balik kesuksesan seorang suami, pasti ada istri yang mendukungnya, di balik kesholehan seorang anak, maka ada ibu yang telah mendidiknya. Jadi peran wanita dalam. keluarga masyatakat, dan negara tidak bisa disepelekan.

Wanita dan Perkawinan
Peran wanita dalam pernikahan bukanlah sebagai obyek semata, karena Allah telah menjadikan wanita sebagai pendamping laki-laki, seperti dalam al-Quran surat Ar-Rum:21: ”Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia, menciptakan, untukmu’istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Jadi kedudukan wanita dalam keluarga di pandang sebagai kedudukan tinggi, bahkan hak wanita dan laki-laki seimbang dalam rumah tangga, meski para suami mempunyai satu tingkatan, kelebihan, dari pada istrinya tapi suami-istri saling melengkapi. Jika suami hendak menuntut sesuatu pada istrinya, maka hendaklah ia ingat akan kewajiban pada istrinya, seperti kata Ibnu Abbas ”Aku suka berhias untuk istriku sebagaimana aku suka dia berhias untukku.” Karena Allah yang Maha Tinggi juga berfirman: ”Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.” .

Lantas di mana satu tingkatan kelebihan suami dibanding istrinya? Kembali Ibnu Abbas berkata, ”Bahwa derajat (tingkat kelebihan) yang disebutkan Allah ialah pemaafan suami kepada istri terhadap sebagian kewajibannya, mendiamkannya (tidak menuntutnya) dan sebaliknya dia menunaikan semua kewajibannya pada istrinya.”

Jadi tidak dibenarkan sikap sewenang-wenang suami terhadap istri apalagi dengan tindak kekerasan, karena firman Allah, dalam Al-Quran surat An-Nisa:19: ”...Dan bergaullah dengan mereka secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak..” Rasulullah SAW bersabda, ”Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap istrinya,.” (HR. Ibnu Majah)

Namun keistimewaan ini jangalah membuat wanita menjadi besar kepala karena Rasulullah SAW juga bersabda, ”Sebaik-baik wanita (istri) ialah yang menyenangkanmu bila engkau memandangnya dan mematuhimu bila engkau perintah, serta menjaga dirinya dan hartamu ketika engkau sedang tidak ada di rumah,”(HR. Ath-Thabrani). ”Seorang wanita belum menunaikan hak Tuhannya sehingga ia menunaikan hak suaminya,.” (HR. Ibnu Majah). Mengurus rumah tangga memang tugas seorang istri, namun suami selayaknya juga membantu seperti yang diketakan oleh Ali Bin Abi Thalib, seperti yang tercantum dalam Fathul Bari dari riwayat Ahmad Ali berkata kepada Fatimah, ”Demi Allah aku selalu menimba air dari sumur hingga dadaku terasa sakit, “‘Fatimah menimpali,”Dan aku, Demi Allah, memutar penggiling hingga kedua tanganku melepuh,.”

Demikian pula soal harta dan nafkah Islam telah menetapkan suamilah sebagai pencari nafkah utama. Suami harus menafkahi istri dan anak-anaknya. Sampai-sampai jika ada suami yang kikir, Rasulullah SAW membolehkan istri mengambil harta suami secukupnya, tanpa sepengetahuannya,. Seperti yang dilakukan oleh Hindun Binti Utbah, istri dari Abu Sofyan yang kikir.

Power sebagai Ibu
Power wanita sebagai ibu memegang peranan yang mulia. Wanita sebagai ibu memikul tanggung.jawab memelihara dan mendidik anak dan tanggung jawab mengatur urusan rumah tangga. Namun suami juga hendaknya menolong untuk kesempurnaan penunaian tanggung jawab itu sehingga, pemeliharaan rasa cinta kasih.

Pendidikan yang sesungguhnya adalah di rumah. Ibu adalah tempat anak pertama kali bertanya tentang suatu hal, ibu bisa menjadi guru, penenang, dan problem solver bagi anak-anaknya.

Begitu besar tanggung jawab seorang ibu atas pemeliharaan anaknya, hingga Rasulullah SAW bersabda: ”Masing-masing kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya... Dan wanita, adalah pemimpin terhadap keluarga rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka...,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebuah artikel yang sangat menarik dan bikin tertarik untuk dibaca oleh banyak kaum muslimah. Yang berhasil mempengaruhi banyak muslimah. Dan sesungguhnya muslimah yang baik menurut saya adalah yang tersebut di artikel ini.


Related Posts by Categories



0 Komment:

Related Websites

Vistors

Locations of visitors to this page free counters

Blogger Blog Review at Blogged

Shout Box Comment

  © Roshid Theme by scenica.co.cc 2009

TOP  

skater